Cerita Soekarno Ditampar Polisi Militer Jepang
Kisah ini terjadi saat Soekarno masih tinggal serumah dengan Inggit Garnasih, di Bandung. Saat itu, mereka sudah menikah dan hidup rukun bahagia. Namun, suasana menjadi kacau saat Jepang datang menduduki Indonesia.
Suatu kali, Soekarno terlambat memadamkan lampu pada waktu penggelapan. Secercah kecil cahaya selama satu detik, akhirnya tampak bersinar dari luar yang gelap. Soekarno pun langsung cepat-cepat mematikan lampu itu.
Namun, tiba-tiba dari luar terdengar suara gaduh orang menggedor-gedor pintu. Dengan cepat, Inggit membuka pintu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata sudah ada serombongan polisi militer berwajah garang.
"Ada apa?" tanya Inggit gemetar. Kapten polisi lalu menggertak, "Siapa pemilik rumah ini?" Lalu Inggit menjawab, "Saya." "Bukan," teriaknya lagi. "Kami maksud kepala keluarga. Di mana suami nyonya?" sergahnya lagi.
Mendengar keributan di luar rumah itu, Soekarno lantas keluar dan langsung membentak-bentaknya, karena cahaya lampu yang sedetik itu. Kemudian, plak, plak, plak.. Tanpa banyak bicara, kapten itu ini menampar wajah Soekarno.
Seketika, darah segar keluar dari bibir dan hidung Soekarno. Inggit yang melihat suaminya dianiaya di depan mata kepalanya sendiri langsung menjerit histeris dan jatuh berlutut di hadapan aparat kepolisian Jepang itu.
Namun, upaya Inggit hanya mendapat respons dingin, tidak membuahkan hasil apa-apa. "Jangan pukul dia. Sayalah yang harus bertanggung jawab, bukan dia. Mohon dia dimaafkan. Saya yang melakukannya," kata Inggit memohon.
Mendapat tamparan itu, Soekarno hanya diam, tidak mengucap sepatah kata. "Kesakitan yang dirasakan oleh siapa saja ini hanyalah kerikil di jalan menuju kemerdekaan. Langkahilah dia," terang Soekarno di dalam hatinya.
Setelah peristiwa ini, Soekarno langsung melapor ke Kepala Bagian Pemerintahan Kolonel Nakayama. Saat mendengar laporan Soekarno, Nakayama langsung meminta maaf atas nama polisi militer itu, dan berjanji akan menindaknya.
Namun, tindakan apa yang diberikan tidak pernah diketahui. Nakayama juga mengatakan, kapten polisi militer itu tidak mengetahui siapa Soekarno. Padahal, saat itu Soekarno merupakan ketua Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Sebagai ketua Putera, Soekarno bertugas menggalang dukungan rakyat di garis belakang untuk kepentingan perang Jepang. Selain itu, Soekarno juga ditugaskan untuk meringankan kesulitan dalam negeri yang dialami Jepang.
Pemerintah Jepang membutuhkan Soekarno untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi penduduk setempat, di mana saja, dan kapan saja. Dengan kata lain, tenaga Soekarno dimanfaatkan untuk semua kepentingan Jepang.
Melalui Putera ini jugalah, nama Soekarno bisa dikenal di seluruh pelosok Indonesia. Dengan bekerja sama di bawah Matahari Terbit inilah, Soekarno diizinkan untuk menyelenggarakan rapat dihadapan ratusan ribu orang.
Meski begitu, bukan berarti kehidupan Soekarno mudah dan mewah selama pendudukan Jepang. Soekarno dan keluarganya juga merasakan kelaparan yang dirasakan rakyat. Dia harus pergi ke kampung-kampung untuk mendapatkan beras.
Sampai di sini nukilan cerita Soekarno ditampar polisi militer Jepang diakhiri. Petikan cerita ini diambil dari buku Cindy Adams yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Semoga bermanfaat. Sumber: sindonews
Suatu kali, Soekarno terlambat memadamkan lampu pada waktu penggelapan. Secercah kecil cahaya selama satu detik, akhirnya tampak bersinar dari luar yang gelap. Soekarno pun langsung cepat-cepat mematikan lampu itu.
Namun, tiba-tiba dari luar terdengar suara gaduh orang menggedor-gedor pintu. Dengan cepat, Inggit membuka pintu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata sudah ada serombongan polisi militer berwajah garang.
"Ada apa?" tanya Inggit gemetar. Kapten polisi lalu menggertak, "Siapa pemilik rumah ini?" Lalu Inggit menjawab, "Saya." "Bukan," teriaknya lagi. "Kami maksud kepala keluarga. Di mana suami nyonya?" sergahnya lagi.
Mendengar keributan di luar rumah itu, Soekarno lantas keluar dan langsung membentak-bentaknya, karena cahaya lampu yang sedetik itu. Kemudian, plak, plak, plak.. Tanpa banyak bicara, kapten itu ini menampar wajah Soekarno.
Seketika, darah segar keluar dari bibir dan hidung Soekarno. Inggit yang melihat suaminya dianiaya di depan mata kepalanya sendiri langsung menjerit histeris dan jatuh berlutut di hadapan aparat kepolisian Jepang itu.
Namun, upaya Inggit hanya mendapat respons dingin, tidak membuahkan hasil apa-apa. "Jangan pukul dia. Sayalah yang harus bertanggung jawab, bukan dia. Mohon dia dimaafkan. Saya yang melakukannya," kata Inggit memohon.
Mendapat tamparan itu, Soekarno hanya diam, tidak mengucap sepatah kata. "Kesakitan yang dirasakan oleh siapa saja ini hanyalah kerikil di jalan menuju kemerdekaan. Langkahilah dia," terang Soekarno di dalam hatinya.
Setelah peristiwa ini, Soekarno langsung melapor ke Kepala Bagian Pemerintahan Kolonel Nakayama. Saat mendengar laporan Soekarno, Nakayama langsung meminta maaf atas nama polisi militer itu, dan berjanji akan menindaknya.
Namun, tindakan apa yang diberikan tidak pernah diketahui. Nakayama juga mengatakan, kapten polisi militer itu tidak mengetahui siapa Soekarno. Padahal, saat itu Soekarno merupakan ketua Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Sebagai ketua Putera, Soekarno bertugas menggalang dukungan rakyat di garis belakang untuk kepentingan perang Jepang. Selain itu, Soekarno juga ditugaskan untuk meringankan kesulitan dalam negeri yang dialami Jepang.
Pemerintah Jepang membutuhkan Soekarno untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi penduduk setempat, di mana saja, dan kapan saja. Dengan kata lain, tenaga Soekarno dimanfaatkan untuk semua kepentingan Jepang.
Melalui Putera ini jugalah, nama Soekarno bisa dikenal di seluruh pelosok Indonesia. Dengan bekerja sama di bawah Matahari Terbit inilah, Soekarno diizinkan untuk menyelenggarakan rapat dihadapan ratusan ribu orang.
Meski begitu, bukan berarti kehidupan Soekarno mudah dan mewah selama pendudukan Jepang. Soekarno dan keluarganya juga merasakan kelaparan yang dirasakan rakyat. Dia harus pergi ke kampung-kampung untuk mendapatkan beras.
Sampai di sini nukilan cerita Soekarno ditampar polisi militer Jepang diakhiri. Petikan cerita ini diambil dari buku Cindy Adams yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Semoga bermanfaat. Sumber: sindonews
0 Response to "Cerita Soekarno Ditampar Polisi Militer Jepang"
Post a Comment